Lahirnya
Kurawa (versi Jawa)
Destarastra adalah seorang kakak dari Pandu Dewanata, Destarastra memiliki kekurangan kekurangan yakni tidak dapat melihat (yang memiliki aji kumbalageni). Namun, itu sama sekali tidak
mengurangi rasa hormat Pandu Dewanata kepada kakaknya tersebut. Karena saking
hormatnya ia kepada kakaknya, Pandu Dewanata membawa 3 putri yang nantinya
salah satu dari mereka akan dipersunting Destarastra.
3 (tiga) putri tersebut yakni:
1. Dewi Kunthi,
2. Dewi Madrim,
3. Dewi Gendari.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXNPA87_wsxp7trwO3mqsHHU6yc30Ibl0mOpJa8u0YI2CkGNdOugBzs3FuQzd233nSd2ToxtMJ4YN8C8ATC7QeBbpD5wclDKT_vZTZtSdPD_sFERpdos_iHUyXNYyuMJlcQ-ivPTHjdDVl/s320/gendari_solo.jpg)
Tak lama, Dewi Gendari hamil. Namun, Destarastra merasa
sangat bersedih hati, Kesedihan mereka disebabkan kandungan Dewi Gendari yang
telah mencapai usia tiga tahun lamanya. Walau telah mencapai 1000 hari lebih,
melampaui batas kenormalan usia hamil, akan tetapi belum juga ada tanda-tanda
akan melahirkan si jabang bayi.
Selama mengandung, angan-angan Dewi Gendari tak pernah lepas
dari rasa dendam dan sakit hati kepada Pandu Dewanata. Ambisi untuk menumpas
keturunan sang pandu sebagai pelampiasan dendam sakit hatinya selalu tak pernah
lupa diucapkan dalam permohonan do’a Dewi Gendari kepada Dewata. Akan tetapi
saat itu belum juga ada dampak terkabulnya do’a permintaan isteri adipati
negara Ngastinapura ini. Pagi, siang, sore hingga malam hari, hatinya
senantiasa dirundung perasaan resah gelisah, gundah gulana. dan bahkan hampir
putus asa, Mengingat antara apa yang menjadi cita-cita dendam hatinya, maupun
ingat akan kandungannya yang telah melampaui kenormalan itu, sama sekali belum
membawa hasil seperti apa yang diharapkannya.
Pendek kata, selama masa kehamilan, Dewi Gendari tak pernah
memiliki ketentraman di hati. Apalagi setelah mengetahui Dewi Kunthi,
permaisuri Pandu telah melahirkan puteranya yang pertama, yang diberi nama
Raden Puntadewa atau juga disebut Raden Wijakangka. bahkan Dewi Kunthi kini
telah dan hampir melahirkan puteranya yang kedua. Kecemasan serta seribu satu
macam perasaan gelisah dan tidak enak terkandung dalam hati Dewi Gendari ini
semakin menjadi-jadi.
Ketidak menentuan perasaan hati Dewi Gendari yang sedang
berbadan dua itu, mengakibatkan tubuhnya terasa gerah dan tidak betah tinggal
dalam bangsal Kaputren. Dewi Gendari kemudian melangkahkan kakinya, dengan
langkah-langkah gontai menuruni tangga pualam di bangsalnya menulusuri jalan
setapak di antara hijaunya rerumputan, menuju ke taman sari kerajaan
Ngastinapura yang luas dan asri, diikuti oleh empat orang emban sebagai abdi
pengiringnya. Kala itu surya telah condong ke barat, saat Dewi Gendari beserta
empat orang abdinya menelusuri jalan setapak yang terbuat dari pualam, diantara
semerbak harum aneka bunga, serta rimbunnya pohon buah-buahan yang menghiasi
taman kerajaan, gerbang-gerbang sebagai batas bagian-bagian taman yang luas
itu, pandangan matanya yang sayu lurus memandang ke depan seakan-akan tak
peduli dengan segala keindahan taman di sekelilingnya. Tak lama kemudian Dewi
Gendari telah melalui gerbang taman yang ke tujuh dan merupakan bagian taman
yang terakhir.
Dalam bagian taman ini berisi aneka macam binatang buas
maupun jinak serta beragam unggas sebaga hiasannya, tak ubahnya seperti isi
kebun binatang layaknya namun tampak terawat bersih dan rapi. Di tengah
petamanan margasatwa ini terdapat sebuah kolam besar yang terbuat dari batu
pualam dengan dihiasi kelompok bunga teratai nan mekar dengan indahnya.
ikan-ikan yang berwarna-warni berlari berpasangan berkejar-kejaran d bawah
warna biru jernihnya air. tanpa sepengetahuan Dewi Gendari bahwa kedatangannya
di taman satwa itu, telah membuat seluruh binatang buas yang ada di taman
menjadi beringas, sementara binatang yang jinak serta unggas seperti gelisah
dan ketakutan, semua ini merupakan firasat buruk.
Hembusan angin keras membuyarkan lamunan Dewi Gendari,
mengetahui cuaca buruk, Dewi Gendari mengajak para emban kembali ke kaputren.
Langkah Dewi Gendari semakin dipercepat karena renai gerimis telah mulai turun.
Tiba tiba saja Dewi Gendari yang sedang mengandung ini tersentak kaget saat
mendengar suara harimau mengaum begitu keras. Karena rasa kaget yang teramat
sangat tubuh Dewi Gendari gemetar, wajah pucat, tak terasa Dewi Gendari telah
melahirkan di tempat di mana ia berdiri, yaitu bebrapa jengkal sebelum mencapai
gerbang kaputren tempat tinggalnya. Dewi Gendari bukan melahirkan bayi sehat
dan mungil, melainkan adalah segumpal daging yang bercampur darah mengental,
berwarna merah kehitam-hitaman, daging yang baru lahir dari rahim Dewi Gendari
itu bergerak-gerak serta berdenyut-denyut seakan-akan bernyawa.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyiVu-hif067-11KcSV3yknV2dStH_r6bpGf0bgti7wviVBTcjUEzy1jOjdNkpzdDd7I_huHB7foU2jzmgtNIGWOOy_-GMhKTXKOueVluk_nVauChNLhRDaXKuZjq6V75KmNzcfLOUrxun/s320/drestarastra.jpg)
Atas nasehat Begawan Abiyasa yang telah datang secara gaib
dari pertapaannya, meminta agar Destarasta memerintahkan para abdinya untuk
menutupi setiap serpihan daging itu dengan daun jati.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjSFhjcK7fsaWanbiAsYJU5c6AGdS8AzZ-HsXSf6VbjCRl8LTJVu2yv7RsNYasyxb9yYktDpJrlcOab6KmkJ-jEpJJT7l86hee-m-TJLplakbWdCMgqlhHBgTEZvBar2Qa2ELjlDpuv0UR/s320/kresna+yogya.jpg)
Dewi Gendari yang telah siuman dari pingsannya turun dari
tempat peraduannya menuju tempat pemujaan, ia memohon kepada dewa, agar
cita-citanya untuk berputera banyak, bisa terkabul. tiba-tiba saja Batari Durga
muncul secara gaib dan memberitahukan, apabila lewat tengah malam mendengar
tangisan bayi di taman, Dewi Gendari agar cepat-cepat menghampiri bayi tersebut,
karena itu adalah puteranya. setelah memberikan pesan Batari Durgapun
menghilang dari hadapan Dewi Gendari secara gaib, kembali ke khayangan di wukir
perdikan.
Dan benar saja, saat terdengar tangisan, Dewi Gendari segera
menuju ke taman. Dan betapa terkejutnya ia saat ia melihat ada 100 bayi di
sana.
Seluruh isi kerajaan bahagia mendengar berita tersebut.
Para Korawa (putera
Dretarastra) yang utama berjumlah seratus, namun mereka masih mempunyai saudara dan saudari pula. Kemudian dari Dewi
Gandari, lahir seorang putra lagi bernama Duskampana
dan seorang putri bernama Dursala.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnexOFPwnpr2E24i0OkItL6aOjICeksGym-ybPfyKy3Ib4ETSlgs4BS0keVAvwAVX_4Bq-tLT98l3V7GITiWq-5RRndJJgJeGGbYIRbdCV0UhGKz6nCpThMKYcHRrPRbCHX_mCfTwbb2CP/s320/gunungan.jpg)
Berbeda dengan para Korawa pada umumnya, ia tidak berbuat
jahat pada para Pandawa, sepupunya. Saat perseteruan antara Pandawa dan
Korawa sudah mencapai klimaks, dikeluarkanlah pengumuman untuk berperang.
Yuyutsu bergabung di bawah panji-panji pasukan Korawa. Mereka berperang di Kurusetra, India Utara.
Sesaat sebelum perang di Kurusetra dimulai, Yudistira yang sulung di antara Pandawa maju ke hadapan pasukan Korawa untuk memastikan apakah ada yang berubah pikiran dan mau berpihak kepadanya. Hanya Yuyutsu yang menanggapinya, sehingga ia keluar dari barisan pasukan Korawa dan bergabung dengan pasukan Pandawa. Hal itu membuatnya menjadi penerus garis keturunan Dretarastra, sementara saudaranya yang lain gugur semua di medan perang Kurusetra.
*** Warisan budaya nasional atau warisan budaya daerah adalah cermin tingginya peradaban bangsa
sumber: media seni budaya wayang Indonesia
tofancibitung12@gmail.com
Sesaat sebelum perang di Kurusetra dimulai, Yudistira yang sulung di antara Pandawa maju ke hadapan pasukan Korawa untuk memastikan apakah ada yang berubah pikiran dan mau berpihak kepadanya. Hanya Yuyutsu yang menanggapinya, sehingga ia keluar dari barisan pasukan Korawa dan bergabung dengan pasukan Pandawa. Hal itu membuatnya menjadi penerus garis keturunan Dretarastra, sementara saudaranya yang lain gugur semua di medan perang Kurusetra.
*** Warisan budaya nasional atau warisan budaya daerah adalah cermin tingginya peradaban bangsa
sumber: media seni budaya wayang Indonesia
tofancibitung12@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar