Senin, 05 September 2016

Tradisi Ruwatan Budaya Daerah

Mitologi Bathara Kala Dalam Pewayangan Jawa.
Menurut cerita wayang Purwa. Ini terjadi ketika pada suatu saat Bathara Guru bertamasya bersama istrinya, Dewi Uma, menunggang Lembu Andini mengarungi angkasa. Di atas Nusa Kambangan, dalam keindahan pemandangan senja hari, Bathara Guru tergiur melihat betis istrinya. Ia lalu merayu Dewi Uma agar mau melayani hasratnya saat itu juga, di atas punggung Andini. Tetapi istrinya menolak. Selain karena malu, Dewi Uma menganggap perbuatan semacam itu tidak pantas dilakukan.
Karena gairah Bathara Guru tak tertahankan lagi, akhirnya jatuhlah kama benihnya ke samudra. Seketika itu juga air laut bergolak hebat. Benih kama Bathara Guru menjelma menjadi makhluk yang mengerikan. Dengan cepat makluk itu tumbuh menjadi besar. la menyerang apa saja, melahap apa saja. Untuk meredakan kekalutan yang terjadi, Bathara Guru memerintahkan beberapa orang dewa membasmi makhluk itu. Namun dewa-dewa itu tak ada yang mampu menghadapi makhluk itu. Mereka akhirnya bahkan lari pulang ke khayangan. Makhluk ganas itu segera mengejar para dewa sampai ke Khayangan Suralaya, tempat kediaman Bathara Guru. Setelah berhadapan dengan Bathara Guru makhluk itu menuntut penjelasan, ia anak siapa, untuk kemudian minta nama dari ayahnya. Bathara Guru yang maklum keadaannya, segera memberi tahu bahwa makhluk itu adalah anaknya yang terjadi karena kama salah. Bathara Guru memberinya nama Kala, dan mengangkatnya sederajat dengan dewa, sama dengan anak-anaknya yang lain. Dengan demikian, ia bergelar Bathara Kala.
Setelah mendapat nama, Bathara Kala lalu minta diberi istri dan tempat tinggal. Kebetulan, sesaat sebelumnya Bathara Guru dan Dewi Uma baru saja bertengkar sehingga mereka saling mengutuk. Dewi Uma yang tadinya cantik jelita dikutuk menjadi raseksi (raksasa wanita) dan diberi nama Bathari Durga. Bathari Durga lalu dijadikan istri Bathara Kala, karena memang di dunia raksasa tidak mengenal norma-norma perkawinan. Mereka diberi tempat di Khayangan Setra Gandamayit, di telatah Hutan Krendawahana. Perkawinan ini kemudian membuahkan dua orang anak. Yang sulung bernama Kala Gotana berujud raksasa mengerikan, sedangkan anaknya yang kedua bernama Dewasrani yang tampan. Selain yang dua itu, dalam beberapa lakon carangan, mereka masih mempunyai beberapa anak lagi.
Karena Bathara Kala makhluk yang amat rakus dan ganas, Bathara Guru khawatir kalau-kalau manusia di bumi akan punah dimangsanya. Oleh sebab itu Bathara Guru lalu berusaha mengurangi kerakusan anaknya itu. Sebagai ayahnya, Bathara Guru minta agar Bathara Kala mendekat dan sungkem (berjongkok dan menyembah) di hadapannya. Bathara Kala melaksanakan permintaan ayahnya itu. Namun ketika sampai ke dekat Bathara Guru, pemuka dewa itu tiba-tiba memotong kedua taring dan lidah Bathara Kala yang mengandung bisa.
Oleh Bathara Guru, potongan lidah Bathara Kala kemudian dicipta menjadi senjata ampuh berupa anak panah dan diberi nama Pasupati. Anak panah ini kelak menjadi milik Arjuna. Sedangkan taring kirinya menjadi keris bernama Kaladite, yang kemudian menjadi milik Adipati Karna. Potongan taring kanan Bathara Kala dicipta menjadi keris yang diberi nama Kalanadah. Keris ampuh ini kelak akan dianugerahkan kepada Arjuna, kemudian Arjuna memberikannya kepada Gatotkaca sebagai kancing gelung.
Bathara Guru juga memberi ketentuan, hanya anak sukerta saja yang boleh dimangsa Bathara Kala. Namun anak sukerta itu pun tidak boleh dimangsa, bilamana si anak telah diruwat oleh orang tuanya.
Beberapa daftar anak yang tergolong sukerta:
1.  Ontang-anting, anak tungal, baik lelaki maupun perempuan.
2. Kedana-kedini, dua bersaudara, yang satu lelaki yang satu perempuan.
3.  Uger-uger, dua bersaudara, lelaki semua.
4.  Lumunting, anak yang lahir tanpa ari-ari.
5.  Sendang kapit pancuran, tiga anak yang sulung laki-laki, yang tengah perempuan, dan yang bungsu laki-laki.
6.  Pancuran kapit sendang, kebalikan dari nomor 5.
7.  Kembang sepasang, dua perempuan semua.
8.  Sarimpi, empat orang perempuan semua.
9.   Pandawa, lima orang lelaki semua.
10.  Pandawi, lima orang perempuan semua.
11.  Pandawa ipil-ipil, lima anak, empat perempuan, yang bungsu lelaki, dll.
Untuk menghindari jadi mangsa Bathara Kala harus diadakan upacara ruwatan. Maka untuk lakon-lakon seperti itu di dalam pedalangan disebut lakon Murwakala atau lakon Ruwatan. Di dalam lakon pedalangan Bathara Kala selalu memakan para pandawa karena dianggapnya Pandawa adalah orang ontang anting. Tetapi karena Pandawa selalu didekati titisan Wisnu yaitu Bathara Kresna Maka Bathara Kala selalu tidak berhasil memakan Pendawa. 
Bathara Kala, sebagaimana halnya golongan dewa dalam pewayangan lainnya, tidak pernah mati. Pada zaman pemerintahan Prabu Jayabaya di Kediri, Bathara Kala yang menjelma di dunia sebagai Prabu Yaksadewa, membunuh Anoman. Pada Wayang Bali, Bathara Kala menjadi repertoar satu-satunya dalam pergelaran Wayang Sapuh Leger, kalau di Pulau Jawa, lakon Murwakala.
sumber: media seni budaya wayang Indonesia















Tidak ada komentar:

Posting Komentar