Mitologi Bathara Kala Dalam Pewayangan Jawa.
Menurut cerita wayang Purwa. Ini
terjadi ketika pada suatu saat Bathara Guru bertamasya bersama istrinya, Dewi
Uma, menunggang Lembu Andini mengarungi angkasa. Di atas Nusa Kambangan, dalam
keindahan pemandangan senja hari, Bathara Guru tergiur melihat betis istrinya.
Ia lalu merayu Dewi Uma agar mau melayani hasratnya saat itu juga, di atas
punggung Andini. Tetapi istrinya menolak. Selain karena malu, Dewi Uma
menganggap perbuatan semacam itu tidak pantas dilakukan.
Karena gairah Bathara Guru tak
tertahankan lagi, akhirnya jatuhlah kama benihnya ke samudra. Seketika itu juga
air laut bergolak hebat. Benih kama Bathara Guru menjelma menjadi makhluk yang
mengerikan. Dengan cepat makluk itu tumbuh menjadi besar. la menyerang apa
saja, melahap apa saja. Untuk meredakan kekalutan yang terjadi, Bathara Guru
memerintahkan beberapa orang dewa membasmi makhluk itu. Namun dewa-dewa itu tak
ada yang mampu menghadapi makhluk itu. Mereka akhirnya bahkan lari pulang ke khayangan.
Makhluk ganas itu segera mengejar para dewa sampai ke Khayangan Suralaya,
tempat kediaman Bathara Guru. Setelah berhadapan dengan Bathara Guru makhluk
itu menuntut penjelasan, ia anak siapa, untuk kemudian minta nama dari ayahnya.
Bathara Guru yang maklum keadaannya, segera memberi tahu bahwa makhluk itu
adalah anaknya yang terjadi karena kama salah. Bathara Guru memberinya nama
Kala, dan mengangkatnya sederajat dengan dewa, sama dengan anak-anaknya yang
lain. Dengan demikian, ia bergelar Bathara Kala.
Setelah mendapat nama, Bathara Kala
lalu minta diberi istri dan tempat tinggal. Kebetulan, sesaat sebelumnya Bathara
Guru dan Dewi Uma baru saja bertengkar sehingga mereka saling mengutuk. Dewi
Uma yang tadinya cantik jelita dikutuk menjadi raseksi (raksasa wanita) dan diberi nama Bathari Durga. Bathari Durga lalu
dijadikan istri Bathara Kala, karena memang di dunia raksasa tidak mengenal
norma-norma perkawinan. Mereka diberi tempat di Khayangan Setra Gandamayit, di
telatah Hutan Krendawahana. Perkawinan ini kemudian membuahkan dua orang anak.
Yang sulung bernama Kala Gotana berujud raksasa mengerikan, sedangkan anaknya
yang kedua bernama Dewasrani yang tampan. Selain yang dua itu, dalam beberapa
lakon carangan, mereka masih mempunyai beberapa anak lagi.
Karena Bathara Kala makhluk yang
amat rakus dan ganas, Bathara Guru khawatir kalau-kalau manusia di bumi akan
punah dimangsanya. Oleh sebab itu Bathara Guru lalu berusaha mengurangi
kerakusan anaknya itu. Sebagai ayahnya, Bathara Guru minta agar Bathara Kala
mendekat dan sungkem (berjongkok dan
menyembah) di hadapannya. Bathara Kala melaksanakan permintaan ayahnya itu.
Namun ketika sampai ke dekat Bathara Guru, pemuka dewa itu tiba-tiba memotong
kedua taring dan lidah Bathara Kala yang mengandung bisa.
Oleh Bathara Guru, potongan lidah
Bathara Kala kemudian dicipta menjadi senjata ampuh berupa anak panah dan
diberi nama Pasupati. Anak panah ini kelak menjadi milik Arjuna. Sedangkan
taring kirinya menjadi keris bernama Kaladite, yang kemudian menjadi milik
Adipati Karna. Potongan taring kanan Bathara Kala dicipta menjadi keris yang
diberi nama Kalanadah. Keris ampuh ini kelak akan dianugerahkan kepada Arjuna,
kemudian Arjuna memberikannya kepada Gatotkaca sebagai kancing gelung.
Bathara Guru juga memberi ketentuan,
hanya anak sukerta saja yang boleh dimangsa Bathara Kala. Namun anak sukerta
itu pun tidak boleh dimangsa, bilamana si anak telah diruwat oleh orang tuanya.
Beberapa daftar anak yang tergolong
sukerta:
1. Ontang-anting, anak tungal, baik lelaki maupun
perempuan.
2. Kedana-kedini, dua bersaudara, yang satu lelaki
yang satu perempuan.
3. Uger-uger, dua bersaudara, lelaki semua.
4. Lumunting, anak yang lahir tanpa ari-ari.
5. Sendang
kapit pancuran, tiga
anak yang sulung laki-laki, yang tengah perempuan, dan yang bungsu laki-laki.
6. Pancuran
kapit sendang,
kebalikan dari nomor 5.
7. Kembang
sepasang, dua perempuan semua.
8. Sarimpi, empat orang perempuan semua.
9. Pandawa, lima orang lelaki semua.
10. Pandawi, lima orang perempuan semua.
11. Pandawa ipil-ipil, lima anak, empat perempuan, yang
bungsu lelaki, dll.
Untuk menghindari jadi mangsa Bathara
Kala harus diadakan upacara ruwatan. Maka untuk lakon-lakon seperti itu di
dalam pedalangan disebut lakon Murwakala atau lakon Ruwatan. Di dalam lakon pedalangan Bathara
Kala selalu memakan para pandawa karena dianggapnya Pandawa adalah orang ontang
anting. Tetapi karena Pandawa selalu didekati titisan Wisnu yaitu Bathara
Kresna Maka Bathara Kala selalu tidak berhasil memakan Pendawa.
Bathara Kala, sebagaimana halnya golongan dewa dalam pewayangan lainnya, tidak pernah mati. Pada zaman pemerintahan Prabu Jayabaya di Kediri, Bathara Kala yang menjelma di dunia sebagai Prabu Yaksadewa, membunuh Anoman. Pada Wayang Bali, Bathara Kala menjadi repertoar satu-satunya dalam pergelaran Wayang Sapuh Leger, kalau di Pulau Jawa, lakon Murwakala.
Bathara Kala, sebagaimana halnya golongan dewa dalam pewayangan lainnya, tidak pernah mati. Pada zaman pemerintahan Prabu Jayabaya di Kediri, Bathara Kala yang menjelma di dunia sebagai Prabu Yaksadewa, membunuh Anoman. Pada Wayang Bali, Bathara Kala menjadi repertoar satu-satunya dalam pergelaran Wayang Sapuh Leger, kalau di Pulau Jawa, lakon Murwakala.
sumber: media seni budaya wayang Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar